
Lebak- Saban Rabu sore di samping patung Multatuli karya seniman Dolorosa Sinaga di Rangkasbitung, ada sekelompok kecil pemuda dan pemudi asik membaca. Bersama Multatuli, mereka membaca Arus Balik yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer.
Rutinitas itu dilakukan komunitas baca di ibu kota Lebak di lingkungan Museum Multatuli. Kelompok kecil yang ingin menghidupkan kegiatan literasi di museum antikolonial pertama yang berdiri di Indonesia.
Nama kelompoknya disebut Baca di Rangkas, diinisiasi pertama kali oleh Kepala Museum Multatuli, Ubaidillah Mochtar. Pria yang sering dipanggil Kang Ubai ini menyebut tujuan aktivitas membaca untuk menghidupkan literasi di ruang publik. Membaca sastra sekaligus menelusuri sejarah dari buku yang sempat dilarang pada era orde baru.
“Kita ingin membaca dari perspektif Pramoedya, tidak melulu sastra tapi meluruskan sejarah yang tidak tertuliskan,” kata Ubaidilah.
Ubai bercerita, aktivitas membaca bersama ini pernah dia lakukan di Taman Baca Multatuli, Ciseel, Kecamatan Sobang yang pernah ia asuh. Kala itu, buku yang dibaca novel Max Havelaar karya Multatuli atau Eduard Douwes Dekker. Aktivitas ini coba dihidupkan kembali lewat komunitas Baca di Rangkas.
“Alasan memilih Arus Balik karena novel ini sempat membuat para pembaca ketar-ketir karena tebal, membacanya bisa mengerutkan dahi, berisi aktivitas kebesaran Majapahit,” tuturnya.
“Tidak menutup kemungkinan kelak kita akan membaca Sekali Peristiwa di Banten Selatan yang ditulis Pram soal kondisi Banten kala itu,” sambungnya.
Menurut Ubai, aktivitas ini tidak hanya tentang membaca bersama, tapi tentang berbagi pengetahuan dan interpretasi dari para pembaca. Tak jarang, diskusi akan berlangsung selama proses membaca.
“Kita lebih percaya pada isi kepala peserta daripada isi bacaan. Bacaan ditulis dari isi kepala,” tuturnya.
Komunitas ini terbuka untuk umum. Masyarakat yang ingin bergabung bisa datang langsung ke Museum Multatuli setiap hari Rabu pukul 4 sore. Bagi yang tidak punya buku tidak perlu khawatir, karena disiapkan salinan bab yang akan dibaca.
Minggu ini, Baca di Rangkas masuk pada pertemuan ke-22 untuk membaca bab 16: Datangnya Meriam Portugis. Komunitas ini berharap dapat terus menghidupkan literasi di ruang publik dan menginspirasi masyarakat untuk membaca.
“Reading group format mengaji membawa kita pada aktivitas sastra yang murah, masal, dan ada nilai sosial. Bisa jadi dikemudian hari menular dalam arti membawa nilai positif di kota, karena salah satu ciri kota peradaban, ada aktivitas literasi di dalamnya,” pungkasnya.
Penulis: Rizkoh/Jurnalis Warga