Jakarta – Pemangkasan anggaran dengan cara efisiensi yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dinilai melemahkan lembaga hak asasi manusia dan pengawasan penegakan hukum. Lembaga-lembaga penting HAM dan demokrasi serta perlindungan dan layanan keadilan seperti Komnas HAM, Komisi Yudisial atau Lemaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan melemah selema beberapa tahun ke depan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) M Isnur mengatakan, kebijakan pemangkasan anggaran Rp 306 triliun berdasarkan Instruksi Presiden justri berpotensi melanggar mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan. APBN 2025 katanya sudah diputuskan dalam Undang-Undang No 62 Tahun 2025. Perubahan anggaran dalam APBN katanya tidak bisa hanya melalui Instruksi Presien.
“Sehingga, perubahan anggaran dengan dasar Inpres yang baru saja dikeluarkan oleh Prabowo tidak memiliki dasar hukum, sesat, dan cacat konstitusi,” kata Isnur.
Kedua, pemotongan anggaran itu melemahkan bahkan membunuh lembaga HAM dan demokrasi dan bisa saja menganggu layanan keadilan bagi masyarakat. Misalnya, Komnas HAM yang tadinya Rp112,8 miliar dipangkas sebesar 46% menjadi Rp 52,1 miliar. LPSK yang adinya Rp229 miliar menjadi Rp85 miliar atau dipangkas 62%. Termasuk Komisi Yudisial yang mengalami pemangkasan 54,35%.
“(Ini) berkonsekuensi pada terpotongnya anggaran pemenuhan hakĀ korban. Pemangkasan tiga lembaga ini berbanding terbalik dengan naiknya anggaran Polri sebesar 7,34% dari tahun sebelumnya, sebuah institusi yang sering dilaporkan ke Komnas HAM oleh masyarakat karena kasus-kasus pelanggaran HAM”paparnya.
Bahkan katanya, seleksi calon hakim dan hakim ad hoc untuk Mahkamah Konstitusi terancam batal dilakukan tahun ini oleh KY. Posisi KY jelas akan melemah untuk melakukan pengawsan terhadap hakim dan berptensi menimbulkan iklim peradilan korup.
“Pemangkasan besar-besaran adalah malapetaka bagi situasi hukum dan HAM di Indonesia yang konsekuensinya akan mengganggu layanan keadilan,” paparnya.
Di sisi lain, Prabowo menurut Isnur ingin mengembalikan negara pada dominasi militer. Peran-peran yang biasanya ditangani oleh ASN terkait layanan masyarakat, diambil alih oleh militer. Mslanya saat ini militer tengah membentuk 100 pos untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Program ini justru malah mematikan ekonomi rakyat karena banyak laporan yang menyatakan bahwa UMKM yang memasak pangan di bawah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi tidak dibayar. Di saat bersamaan, program-program ini justru menggandeng perusahaan-perusahaan besar seperti Astra dan GoTo,” ujarnya.
(Nadira/Jurnalis Warga)