Serang – Buku Simon Winchester berjudul Krakatoa, The Day the Wolrd Exploded: August 27, 1883, bisa jadi karya yang komprehensif menggambarkan peristiwa meletusnya Krakatau yang mengakibatkan gempa bumi hingga tsunami. Penggambaran peristiwa yang dikumpulkan Simon dari berbagai sumber menceritakan detail dari berbagai literatur.
Di masa itu, surat kabar berbahasa Belanda, Java-Bode juga salah satu yang menceritakan bagaimana peristiwa terjadi. Informasinya lebih detail meski harus menunggu penyebaran yang berhari-hari. Waktu itu, teknologi memang baru sebatas telegraf yang menyebarkan pesan singkat dari jarak jauh.
Pada edisi terbitan 31 Agustus 1883, ada beberapa artikel di Java-Bode yang menceritakan beberapa hari pasca letusan dari daerah terdekat. Seperti kondisi di Anyer, Pamarayan hingga ke Batavia.
Dilaporkan dari De Tjoetah van Pamaraijan (mungkin salah satu jabatan tertentu di masa itu) Arie Bioein mengatakan bahwa kondisi di daerah itu sangat gelap di saat Krakatau meletus. Kegelapan langit di Pamarayan dan sekitarnya itu karena hujan abu dan menutupi tanah hingga setebal 1 inci. Bahkan, jalan pun tidak bisa dilalui karena pepohonan yang tumbang. Gubuk-gubuk yang jadi tempat tinggal warga hancur kena imbas.
“Tidak ada satu pohon pun seperti kelapa, aren, bambu, yang berdiri tegak,” dalam laporan itu.
Di Anyer dan Merak, sebagai daerah yang terdekat mengalami kerusakan yang parah. Karena letusan Krakatau, secara teknis menganggu kabel telegraf sampai hancur. Dari pelabuhan di Batavia, pejabat yang mengurusi soal ini pergi menggunakan tongkang menuju teluk di Lampung.
Kemudian, di pesisir utara yaitu di distrik Tanara, disebutkan bahwa ada 704 orang dikabarkan meninggal karena gelompang pasang dan sudah ditemukan. Termasuk di distrik Serang ada 40 orang. Tidak dijelaskan kenapa jumlah korban lebih banyak di Tanara yang lokasinya memang berada di pesisir.
Pemerintah Hindia Belanda lantas melakukan patroli di Selat Sunda setelah terjadinya bencana letusan Krakatau. Kapal uap Prins Hendrik melakukan patroli di perairan untuk memberi peringatan kapal yang melakukan pelayaran di sekitar selat. Selain itu, dari Batavia, dikirim kapal untuk mencari orang-orang yang selamat.
Laporan dari daerah Batavia, suara gemuruh akibat Krakatau masih sangat terdengar beberapa kali. Air laut juga disebutkan sesekali pasang. Rumah-rumah yang didirikan dari bambu disebutkan hancur bahkan hanyut kecuali rumah yang dibangun dari batu yang tetap berdiri namun rusak parah.
“Kerusakan akibat gelompang pasang di perkampungan Cina di Kramat sangat besar,” dalam salah satu artikel.
Kampung-kampung seperti di Muara, Ketapang, Kebon baru, Tanjung Kait, Tanjung Pasirmede juga digambarkan mengalami kerusakan akibat gelombag pasang. Hampir semua rumah di pesisir itu hanyut dan tidak diketahui berapa jumlah korban jiwa. Sementara, kampung Cina di Mauk dan beberapa daerah yang dekat dengan pesisir pantai seperti Karang Serang juga terendam air.
“Tidak ada kabar tentang kematian di kampung ini,” tulis Java-Bode.
Penulis (Aris Eka Arsana)