Site icon Surosowan.id

Liong di Tahun Ular, Terbang Memotret Keragaman di Serang Banten

Imlek 2025,

Perayaan Imlek di Kota Serang, Liong terbang dari rumah ke rumah (Foto: Raden Kusuma)

Serang – Tabuhan simbal dan tambur terdengar semarak di gang Mangga Dua, Lingkungan Kebon Sayur, Kelurahan Kotabaru, Kecamatan Serang. Alunan suara dari campuran alat musik itu mengiringi liukan boneka naga bernama Cheng Chuan Liong Ong yang beraksi dihadapan puluhan warga. Sang naga terbang dari rumah ke rumah.

Boneka naga berkepala hitam, berkumis panjang, dengan kulit hijau bersisik kuning itu diangkat sembilan orang menggunakan tongkat di tubuh sang naga. Satu di kepala, sisanya memegang tongkat di sepanjang badan hingga ekor. Sang naga mengejar bola api orang yang ada di hadapannya.

Tarian naga atau liong itu, mengundang antusiasme warga dari beragam usia. Orang dewasa sibuk merekam menggunakan gawainya, sedangkan anak-anak berlarian sambil tertawa. Keduanya sama-sama menikmati tradisi perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili dengan Shio Ular Kayu.

Sang naga masuk ke rumah-rumah warga. Pemilik rumah menyambutnya dengan memasukan amplop merah. Hal tersebut dipercaya bisa mengusir roh jahat dan energi negatif di rumah yang dimasuki.

Warga bernama Ahyat Suhendar mengatakan lingkungan tempat tinggalnya memang sering jadi tempat pertunjukan setiap menjelang tahun baru Imlek. Lingkungan tempat tinggalnya memang dihuni banyak etnis Tionghoa dan dekat dengan Vihara Sukhavati.

Pemain kesenian boneka naga itu kata Ahyat, adalah warga lokal yang tergabung di Paguyuban Naga Banten. Tidak hanya etnis Tionghoa, ada dari kelompok Sunda Banten atau Jawa Serang turut menjadi pemain sekadar memeriahkan sekaligus mempererat toleransi yang sudah terjalin begitu lamanya. Semua bersenang ria menyambut Imlek di tahun ini.

“Buat nyenengin warga aja. Kita sebagai generasi penerus ya menghormati aja sebagai budaya leluhur kita,” kata Ahyat pada Selasa, 28 Januari 2025.

Ahyat juga meyakini, pertunjukan ini merupakan cara mereka terus merekatkan toleransi di tengah lingkungan yang multikultural. Sejak dahulu, toleransi yang dibangun dari buyut mereka terus dijaga dengan cara melestarikan budayanya.

“Akur dari dulu akur, dari zaman kakek buyut saya udah akur. Karena sudah campur semua sekarang. Damai,” ujarnya seraya tersenyum.

Warga lainnya, sekaligus Ketua RT 04 Lingkungan Mangga Dua, Daddy Rahmat menuturkan bahwa biasanya ada juga bertunjukan barongsai. Warga sering berbondong-bondong memasang lampion merah agar nuansa Imlek lebih terasa. Tapi, tahun ini warga tidak sempat memasangnya karena musim hujan di Kota Serang.

Jalur pertunjukan tersebut juga selain berkeliling di Mangga Dua, berlanjut ke Vihara Metta, Kelurahan Lopang. Pertunjukan itu juga biasanya kembali dimeriahkan pada 15 hari setelah Imlek atau Cap Go Meh.

“Pemain Liong sendiri tidak dikhususkan yang memiliki keturunan Tionghoa, selain itu juga dipersilahkan mempermainkannya bahkan tidak melihat agamanya, toleransi beragama kita di Mangga Dua sangat kuat,” tuturnya.

Pengurus Pemuda Tridharma Serang, Maya Sari Putri menyebut, tradisi pertunjukan naga liong memiliki filosofi mengusir bala. Makanya, liong sengaja diarak berkeliling ke rumah-rumah dengan maksud ‘mengusir keburukan’ dan memberikan hal-hal baik bagi si empunya rumah.

Sebulan sebelumnya juga digelar acara pentas seni, bakti sosial, dan malam kebaktian di Vihara untuk menyambut Imlek. Bahkan, ada akulturasi budaya khusus di Banten yaitu Lontong Cap Go Meh. Tradisi ini dinilai Maya, sangat penting agar tidak punah dan bisa terus dilestarikan oleh generasi yang lebih muda.

“Kita mempunyai tradisi di mana liong atau barongsai itu (hanya digunakan) satu kali main, jadi setiap selesai main dibakar tujuannya untuk membuang hal-hal jahat (yang sudah diserap liong). Secara tradisi sih seperti itu tapi karena (membuat) liong itu mahal jadi sekarang sih banyaknya disimpan dan digunakan lagi nantinya,” terangnya.

Exit mobile version